cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. bantul,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Jurnal Hubungan Internasional
ISSN : 18295088     EISSN : 25033883     DOI : -
Core Subject : Science, Education,
Jurnal Hubungan Internasional (JHI) is a biannual journal published by Department of International Relations, Faculty of Social and Political Science, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Indonesia collaborates with Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia(AIHII).
Arjuna Subject : -
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol 5, No 2 (2016): October" : 10 Documents clear
Pengembangan Kluster Industri Militer India dari Sudut Pandang Developmental State Theory Ismiyatun, Ismiyatun
Jurnal Hubungan Internasional Vol 5, No 2 (2016): October
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/hi.5293

Abstract

This research was held to investigate India government policy in military industry development by using the instrument of high technology cluster for anticipating revolution on the military affairs. The novelty was lied on its description about Developmental State Theory (DST), especially state domain and strategy toward market. India had half intervention characteristic. State owned enterprises was defended beside took collaboration with the market. The strategy prefers the empowerment of competence qualification for the domestic firm, hold the political agencies networking and diplomacy in order to support the regulation. High technology cluster could reinforce state domain and strategy because of its technology venture which gave power to attain economic diplomacy. Penelitian ini bertujuan menginvestigasi kebijakan pemerintah India dalam pengembangan industri militer melalui suatu kluster industri berteknologi informasi, guna mengantisipasi fenomena revolusi dalam militer. Kebaruan penelitian ini terletak pada deskripsinya tentang teori negara developmentalis, khususnya mengenai domain negara dan strategi yang dijalankan terhadap pasar. India memiliki karakteristik setengah intervensi, perusahaan negara tetap dipertahankan disamping tingginya intensitas kolaborasi pasar. Spesifikasi strateginya lebih mengutamakan unsur penguatan melalui standar kompetensi bagi firma domestik, penciptaan jaringan yang mendukung peningkatan agen politik dan diplomasi sebagai pendukung regulasi. Kluster berteknologi tinggi dari sudut teori ini mampu menjadi penguat kelayakan atas tipologi domain negara serta strategi yang dihasilkannya
Melintasi Batas Negara-Bangsa: Formasi Gerakan Perlindungan Hak Buruh Migran Domestik di Malaysia Khurun’in, Irza
Jurnal Hubungan Internasional Vol 5, No 2 (2016): October
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/hi.5296

Abstract

The aim of this research is to understand the formation in the issues of migrant domestic workers’ right protection in Malaysia by analyzing the transnational activism in four civil organizations, namely WAO (Women’s Aid Organization), Tenaganita, NSI (North South Initiatives), and AOHD (Archdiocesan Office of Human Development). This research is qualitative research which use deep interview, obervation, and documentation in collecting the data. The formation and networking pattern are ranging from human rights claim, labour rights claim, claim of gender equlity at work, and humanitarian claim. There are fragmented collective identity, those are cosmopolitan identity, humanitarian activist, and part of each organization. Therefore, this research shows that citizenship is not barrier in doing humanitarian activities. Penelitian ini bertujuan untuk melihat formasi gerakan di seputar isu perlindungan hak buruh migran sektor domestik di Malaysia dengan melihat aktivisme transnasional dari empat organisasi masyarakat sipil, yakni WAO (Women’s Aid Organization), Tenaganita, NSI (North South Initiatives), dan AOHD (Archdiocesan Office of Human Development). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara, observasi, dan dokumentasi. Formasi serta pola jejaring lintas batas gerakan tersebut berkisar antara klaim hak asasi manusia, hak-hak buruh, kesetaraan gender di tempat kerja, dan nilai kemanusiaan. Identitas kolektif gerakan terfragmentasi menjadi tiga, yakni identitas kosmopolitan, aktivis kemanusiaan, dan anggota organisasinya. Maka, penelitian ini menunjukkan bahwa kewarganegaraan bukan lagi pembatas dalam melakukan aksi kemanusiaan.
Turkish Foreign Policy to European Union and Its Chance to be a European Union Member Minardi, Anton
Jurnal Hubungan Internasional Vol 5, No 2 (2016): October
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/hi.5291

Abstract

The Modern Turkish was established as a secular state whose special characteristic was brought from the Ottoman Islamic empire. The area of Turkey’s geopolitics is stretching from Asian to European continent, and always more inclined to the West. These circumstances have formed Turkish foreign policy for decades by indicating the bridging for the Asia on the East and Europe on the West with its motto “peace at home, peace abroad”. As the secular state, Turkey recognized themselves as a country whose identity similar to the Western states given the fact that Turkish foreign policy always strive to join  the European Union as their priority, as well as Turkey as a NATO member. Turkey showed a great effort through their involvement in various European affairs such as member of the Europe Council 1949, North Atlantic Treaty Organization (NATO) 1952, European Economic Community (EEC) 1959, member of the Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) 1961, European Community 1964, the Organization for Security and Co-operation in Europe (OSCE) in 1973, and officially applied to be member of European Union (EU) on April 14 1987. However, some obstacles remain such as the reluctance of the West toward Turkish performance in dealing with the Cyprus and Kurdish crises. This article explains how Turkish government perform its foreign policy by considering the discussion of Turkish Geopolitics, Turkish Foreign Policy, Turkey - EU Relation, Membership Issue in the EU, The Role of the U.S. to Turkish Membership in the EU, and the Chances for Turkey to be the EU member. Peradaban Turki modern dibentuk atas sekularitas negara dengan karakteristik khusus yang diadopsi dari kerajaan Islam Ottoman. Wilayah strategis Turki yang membentang dari benua Asia hingga Eropa telah membentuk politik luar negeri Turki selama berabad-abad dimana negara ini menempatkan diri sebagai jembatan yang menghubungkan kedua benua dengan motto “peace at home, peace abroad. Meskipun demikian Politik luar negeri Turki dianggap lebih condong pada Eropa karena kesamaan identitas yang dimilikinya. Hal ini ditandai dengan keikutsertaan Turki dalam beberapa agenda internasional Uni Eropa seperti Europe Council tahun 1949, North Atlantic treaty Organization (NATO) 1952, European Economic Community (EEC) 1959, maupun agenda-agenda lainnya dan secara resmi mendaftar sebagai anggota Uni Eropa pada 14 April 1987. Akan tetapi, kebijakan Turki terhadap krisis Cyprus dan Etnis Kurdi menyebabkan kecanggungan bagi negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa. Tulisan ini menjelaskan politik luar negeri Pemerintah Turki terkait isu keanggotaan dalam UE serta pengaruh Amerika dalam kasus tersebut.
Dari JI ke ISIS: Pemikiran Strategis dan Taktis Gerakan Terorisme di Asia Tenggara Sholeh, Badrus
Jurnal Hubungan Internasional Vol 5, No 2 (2016): October
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/hi.5298

Abstract

This article examines the transformation of terrorist groups in the Southeast Asia, ranging from from Jama’ah Islamiyah (JI) to the Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). It examines the movements and thoughts of the combatant leaders who fought in the battlefields and wrote books, blogging and social media to defend their jihad argument and strategically used by young generation and current terrorist groups, affiliated to JI and ISIS to recruit, consolidate and fight against so-called infidel governments of Southeast Asia and global coalition. The strategy and tactic of ISIS in the Southeast Asia vary from the networking of Syria-Iraq and Southeast Asia through Katibah Nusantara in Syria-Iraq and the home-grown terrorist networks in Indonesia, Malaysia and the Philippines. The challenge for state and civil society in Southeast Asia is greater given the current terrorist groups’ movement which mostly recruit the youth and taking advantages from the online media, blogging and social media. It challenged the security threats and counter narratives developed state and civil society. Artikel ini membahas transformasi kelompok teroris di Asia Tenggara dari Jama’ah Islamiyah (JI) ke Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS). Artikel ini membahas gerakan dan pemikiran komandan dan tokoh kombatan yang tidak hanya terlibat dalam pertarungan tetapi juga menulis buku, blog, media sosial untuk mempertahankan argumen Jihad mereka dan secara strategis digunakan oleh generasi muda dan kelompok teroris saat ini, yang berafiliasi dengan JI dan ISIS untuk merekrut, melakukan konsolidasi dan bertarung melawan pemerintah dan koalisi global thoghut. Strategi dan taktik ISIS Asia Tenggara bekerja dalam jaringan Suriah-Irak-Asia Tenggara melalui Katibah Nusantara di Suriah dan Irak dan jaringan teroris dalam negeri di Indonesia, Malaysia dan Filipina. Tantangan negara dan masyarakat sipil di Asia Tenggara lebih besar khususnya setelah bagaimana kelompok teroris merekrut kebanyakan pada generasi muda dan mengambil manfaat besar pada media online, blog dan media sosial. Hal ini menjadi tantangan bagi ancaman keamanan dan kontra narasi yang dikembangkan oleh pemerintah dan masyarakat sipil.
Pemilihan Presiden Tahun 2016 dan Politik Luar Negeri Amerika Serikat Yuliantoro, Nur Rachmat; Prabandari, Atin; Agussalim, Dafri
Jurnal Hubungan Internasional Vol 5, No 2 (2016): October
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/hi.5297

Abstract

This study is trying to project some trends of U.S. foreign policy based on the results of presidential election in 2016. The United States had recently held presidential election on November 8, 2016. The victory of Republican candidate Donald Trump shocked the world that he defeated Democratic Hillary Clinton, who had excelled in some polls before the election. Various controversies raised by Trump did not prevent him from becoming the president-elect, as the global community soon became concerned with the possibility of the unstable international politics. After describing Clinton and Trump’s stand on foreign policy during their campaign, the study will present the results of the presidential election. Trump’s foreign policy is expected to show “the great American power,” but at the same time his favor of protectionism could threaten international economic cooperations involving the United States. The U.S. could see its image of “world police” reduced, but this would not automatically make the world safer. Under the leadership of Trump, American foreign policy will face many problems and challenges that are not easy to solve. Tulisan ini mencoba untuk memproyeksikan beberapa kecenderungan kebijakan luar negeri Amerika Serikat berdasarkan hasil pemilihan presiden tahun 2016. Amerika Serikat baru saja menyelenggarakan pemilihan presiden pada tanggal 8 November 2016. Kemenangan kandidat Partai Republik, Donald Trump, mengejutkan dunia. Ia mengalahkan kanditat partai Demokrat Hillary Clinton, yang unggul dalam beberapa jajak pendapat sebelum pemilu. Berbagai kontroversi yang disampaikan oleh Trump tidak mencegahnya memenangkan pemilihan, membuat masyarakat dunia segera menjadi khawatir dengan kemungkinan politik internasional yang kacau. Setelah menggambarkan posisi Clinton dan Trump pada isu luar negeri selama kampanye mereka, studi ini akan menyajikan hasil pemilihan presiden tahun 2016. Kebijakan luar negeri Trump diharapkan menunjukkan “kekuatan besar Amerika,” tetapi pada saat yang sama kecenderungan proteksionismenya bisa mengancam kerja sama ekonomi internasional yang melibatkan Amerika Serikat. AS akan melihat bahwa citra “polisi dunia”-nya bisa berkurang, tapi ini tidak akan otomatis membuat dunia lebih aman. Di bawah kepemimpinan Trump, kebijakan luar negeri Amerika akan menghadapi banyak masalah dan tantangan yang tidak mudah untuk dipecahkan.
Democracy and the Armed Forces: Lessons from the Coups of Egypt in 2013 and Turkey in 2016 Rofiq, Muhammad
Jurnal Hubungan Internasional Vol 5, No 2 (2016): October
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/hi.5292

Abstract

This article seeks to comparatively examine the military coups happening both in Egypt in 2013 and Turkey in 2016. Two problems discussed in this paper are: firstly, concerning the trigger causes behind the two coups and, secondly, the reason why those phenomena are different, in which the coup was successful in Egypt and failed in Turkey. In order to answer these questions, this paper reviews some aspects related to social condition and the political turmoil before the coups exploded, ranging from the economic crisis, the autocratic policies, the stance of civil society, until the nature of the armed forces itself. The two military coups indicate that the democratization process in the Moslem world is highly determined by the political actors, in which the most important parts of them is the armed forces, in addition, to be shaped by the doctrine of Islam itself Tulisan ini menganalisa secara komparatif kudeta militer yang terjadi di Mesir tahun 2013 dan Turki tahun 2016. Dua pertanyaan yang didiskusikan adalah: pertama, terkait dengan faktor yang mendorong terjadinya dua kudeta tersebut, dan kedua, alasan mengapa dua fenomena tersebut berbeda, kudeta berhasil di Mesir dan gagal di Turki. Untuk menjawab dua pertanyaan tersebut, tulisan ini melihat sejumlah aspek yang terkait dengan kondisi sosial dan kekacauaan politik menjelang kudeta, mulai dari krisis ekonomi, kebijakan non-demokratis, sikap masyarakat sipil sampai karakteristik angkatan bersenjata kedua negara. Dua kudeta milter yang terjadi ini menunjukkan bahwa proses demokratisasi di dunia muslim sesungguhnya sangat ditentukan oleh aktor politik, di mana peran terpenting dimainkan oleh angkatan bersenjata, selain itu juga dibentuk oleh doktrin Islam sendiri
Dinamika Penegakan Hukum Humaniter Internasional: Analisis Kehadiran PMSC dalam Konflik Non-Internasional di Libanon, Somalia, dan Ukraina Yuniasih, Tulus
Jurnal Hubungan Internasional Vol 5, No 2 (2016): October
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/hi.5299

Abstract

The article aims to discuss the private military and security companies/PMSC, International Humanitarian Law/IHL and the fourth generation warfare/4GW in contemporary non-international armed conflict. Discussion on PMSC varies in terms of its contribution to the development of weapon system and intelligence gathering in combating terrorism, and of its violation towards humanity that has caused civilian casualties. Meanwhile, IHL is present to regulate the primary actors of international and non-international armed conflict, and to protect civilians in both conflicts. The dynamics of contemporary conflict, especially the asymmetrical non-international armed conflict, is also influenced by the rapid development of information and communication technology. This affects the popularity of the use of and debate on the definition of 4GW and its relevance to the contemporary conflict. This article also analyses the presence of PMSC on the dynamics of respect towards IHL in non-international armed conflict during the period of 2009-2014. The qualitative analysis would be especially conducted under the concept of international law and PMSC as two of the conceptual frameworks. Secondary data is collected on three main variables. The results show that PMSC creates both pontentials and challenges to the effort of upholding IHL in three non-international conflict areas, i.e. Lebanon, Somalia, and Ukraine. In relation to 4GW, PMSC also reflects some characterisation of 4GW trends in such contemporary conflict. Tulisan ini bertujuan untuk mendiskusikan perusahaan swasta dalam bidang militer dan keamanan (private military and security companies/PMSC), hukum humaniter internasional (International Humanitarian Law/IHL), dan perang generasi keempat (fourth generation warfare/4GW) dalam konflik bersenjata non-internasional kontemporer. Diskusi mengenai PMSC beragam pada sisi kontribusinya kepada pengembangan sistem persenjataan dan pengumpulan data intelijen dalam rangka melawan terorisme, serta pada sisi pelanggaran terhadap kemanusiaan yang telah mengakibatkan korban sipil. Sementara itu, terdapat IHL yang mengatur para aktor dalam konflik baik itu internasional maupun non-internasional dalam rangka melindungi warga sipil pada keduanya. Dinamika konflik kontemporer terutamanya yang bersifat non-internasional dan asimetris juga dipengaruhi oleh perkembangan pesat teknologi informasi dan komunikasi. Hal ini mendorong perdebatan terkait relevansi 4GW dalam konflik kontemporer. Tulisan ini kemudiannya menganalisis kehadiran PMSC terhadap dinamika penegakan IHL dalam konflik non-internasional kontemporer pada tahun 2009-2014. Analisis kualitatif akan dilakukan terutamanya dengan menggunakan konsep hukum internasional dan PMSC. Data sekunder yang dikumpulkan fokus kepada tiga variabel utama tersebut di atas. Hasil menunjukkan bahwa PMSC tidak hanya memberikan potensi kontribusi tetapi juga tantangan kepada upaya menegakkan IHL pada tiga area konflik non-internasional, yaitu Libanon, Somalia dan Ukraina. Terkait dengan 4GW, kehadiran PMSC juga mencerminkan beberapa karakter tren 4GW dalam konflik kontemporer.
Diplomasi Ekonomi China di Negara-Negara Teluk Cipto, Bambang
Jurnal Hubungan Internasional Vol 5, No 2 (2016): October
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/hi.5294

Abstract

This article aims to analyse the diplomatic relation between China and the gulf states which  incorporated to Gulf Cooperation Council (GCC). The absence of England from this region in late 1960s was marked by the changing of China relation to the gulf states. However, as the pro-communist policy by China had spread over the world, the gulf country were reluctant to open diplomatic relation with China immediately. Therefore, this situation has made the changes went slowly. The spreading of the external threat from Soviet Union Communism in Iraq, became a strong consideration for Kuwait to eventually open the diplomatic relation to China before the other gulf state.Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis hubungan diplomasi antara China dan negara-negara Teluk yang tergabung dalam Dewan Kerjasama Teluk (Gulf Cooperation Council/GCC).  Keluarnya Inggris dari kawasan Teluk pada akhir dekade 60-an ditandai, antara lain, dengan perubahan hubungan China dan negara-negara Teluk. Namun perubahan ini berlangsung cukup lambat karena masa lalu kebijakan pro-komunis China di berbagai belahan dunia membuat negara-negara Teluk tidak segera membuka hubungan diplomasi dengan China pada saat itu. Kuwait merupakan sebuah perkecualian karena kekhawatiran Kuwait terhadap melebarnya pengaruh Uni Soviet di Iraq yang cenderung pro-Uni Soviet. Kekhawatiran terhadap ancaman eksternal ini menjadi alasan kuat bagi Kuwait untuk mendahalui rekan-rekannya sesama negara Teluk dalam membuka hubungan diplomatik dengan China.
Pendekatan Konstruktivis dalam Kajian Diplomasi Publik Indonesia Rachmawati, Iva
Jurnal Hubungan Internasional Vol 5, No 2 (2016): October
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/hi.5290

Abstract

Rationalist approach remains dominant in the research of Indonesian public diplomacy. Therefore, public diplomacy is always used as a tool to gain the national interests through a particular image. In such framing, all activities in public diplomacy are intended for the state’s positive image. Besides, Rationalist still puts state as the main actor in public diplomacy. Domestic dimension did not have the same position as the state in interpreting international phenomena. Whereas, each actor has the same access to information and communication nowadays. Rationalist has given dialogue as an important contribution to public diplomacy strategy. Dialogue is one of the communication forms which have a capability to build trust between actors. Several problems in limiting the development of public diplomacy concept become a reference for proposing Constructivist as an alternative approach. This approach will help understanding public diplomacy more by putting the consciousness of the difference of national identity and relationship building as the main purposes. Several empirical studies showed that national identity preservation had already held by not only a state but also domestic dimension. This approach will give domestic dimension a wider room in public diplomacy as well as the state in interpreting international phenomenon. Dalam kajian-kajian diplomasi publik Indonesia, pendekatan rasionalis masih merupakan pendekatan yang dominan. Akibatnya, diplomasi publik selalu diletakkan sebagai alat untuk meraih kepentingan nasional melalui citra tertentu. Pembingkaian diplomasi publik semacam ini mengarahkan sejumlah kegiatan yang dilakukan dalam diplomasi publik semata-mata demi meraih citra positif negara tersebut. Di samping itu, pendekatan ini juga masih menempatkan negara sebagai aktor utama dalam diplomasi publik. Dimensi domestik belum mendapat tempat sebagai aktor yang sejajar dalam menginterpretasi fenomena antar negara. Sementara itu pada kenyataannya, setiap aktor memiliki akses yang sama dalam informasi dan komunikasi. Rasionalis memang telah memberi kontribusi penting dalam strategi dalam diplomasi publik, yaitu dialog, dimana komunikasi dalam bentuk dialog mampu menumbuhkan kepercayaan antar aktor. Beberapa hal yang dirasa membatasi perkembangan konsepsi diplomasi publik menjadi rujukan melalui artikel ini untuk mengusulkan pendekatan Konstruktivis dalam memahami diplomasi publik. Pendekatan tersebut meletakkan kesadaran atas perbedaan identitas nasional dan relationship building sebagai tujuan utamanya. Beberapa kajian empiris menunjukkan bahwa upaya memelihara identitas nasional telah dilakukan oleh tidak saja negara tetapi juga dimensi domestik. Dengan demikian, pendekatan ini memberikan ruang bagi dimensi domestik sebagai aktor di samping negara dalam diplomasi publik
Religious Movements in Humanitarian Issue: The Emergence of Faith-Based Organizations (FBO) in Diplomacy Sphere Munthe, Fredy
Jurnal Hubungan Internasional Vol 5, No 2 (2016): October
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/hi.5295

Abstract

Faith-Based Organization (FBO) has a strong role in conducting humanitarian Diplomacy. However, the strong role of nation-state in that sphere ignored the emergence of FBO. Until now, there is no text that explicitly discuses the emergence of FBO in humanitarian diplomacy. All of text only discusses the issue FBO and humanitarian action. In fact, there is no humanitarian aid if there is no humanitarian diplomacy previously. Therefore, this paper traces the emergence of FBO as the actor of humanitarian diplomacy. This paper analyzes the perspective of diplomacy and the impact to the emergence of FBO as the actor. I use literature review to get data about it. This paper is useful for strengthen position of FBO as the non-state actor in humanitarian sphere as well as in diplomacy Organisasi berbasis agama (FBO) memiliki peran yang kuat dalam melakukan diplomasi kemanusiaan. Namun, kuatnya peran yang dimiliki negara-bangsa dalam lingkup diplomasi mengabaikan kemunculan FBO sebagai salah satu aktor. Sampai saat ini, belum ada teks yang secara eksplisit membahas munculnya FBO dalam diplomasi kemanusiaan. Semua teks hanya membahas masalah FBO dan aksi kemanusiaan. Namun faktanya, tidak ada bantuan kemanusiaan jika tidak ada diplomasi kemanusiaan sebelumnya. Oleh karena itu artikel ini mencoba untuk melacak munculnya FBO sebagai aktor diplomasi kemanusiaan. Artikel ini menganalisis perspektif diplomasi dan dampaknya terhadap kemunculan FBO sebagai aktor. Untuk melakukannya penulis menggunakan kajian literatur untuk mendapatkan data tentang hal tersebut. Artikel ini berguna untuk memperkuat posisi FBO sebagai salah satu aktor non-negara dalam ruang kemanusiaan begitu pula diplomasi

Page 1 of 1 | Total Record : 10